Nilai Ujian Nasional dan “Kecemasan” Warga Sekolah.


“Dan mereka sesekali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu ,mereka tidak lain hanyalah menduga duga saja”. QS Al –Jatsiyyah 24


Saya sering sedih melihat guru dan kepala sekolah yang “memaksa “siswa siswi nya belajar mati –matian untuk sukses meraih Nilai Ujian Nasional,dengan alasan demi kebaikan siswa itu sendiri.Padahal ujung ujungnya adalah demi supaya “kerja-keras “ kepala sekolah dan crew sekolah disebut sukses ,berharap setelah itu dipromosikan … bagi kepala sekolah yang berorientasi pada citra sesaat,yang paling penting prestasi akademik yang “fantastic”.

Berbagai les tambahan, doa bersama,kunjungan kemakam ,kunjungan ke “orang pintar,”pesan “moral “kepada orang tua sampai larangan menonton TV ,agar anaknya sukses dalam meraih Nilai Ujian Nasional.Ujung ujungnya konflik orang tua dan anak makin runcing dan bukannya anak menjadi bersemangat belajar yang terjadi bahkan justru bisa sebaliknya anak makin tegang dan cemas.

Siswa diberi motivasi habis habisan supaya mendapat nilai sempurna,bahkan tidak jarang mereka dibangun imajinasi nya bahwa dengan nulai ujian yang bagus masa depan menjadi cemerlang. Akibatnya anak pun terbuai harus mencapai nilai yang sempurna ditambah lagi “push’ orang tua dan sekolah menyebut anak dengan nilai ujian tertinggi adalah anak yang hebat.. Sampai akhirnya tidak saing cara cara tidak etis dilakukan yang penting nilai Ujian Nasional bagus.Padahal jika nilai akademik bagus dan bukan representasi kompetensi siswa justru menjerumuskan.

Sudah semestinya saat ini kita menyadari bahwa memaksa murid belajar habis habisan tanpa membangun kesadaran bahwa Ujian Nasional adalah proses wajar bagi anak sekolah hanya membuat siswa cemas dan merasa tertekan.Ujian Nasional memang bagian yang harus dilewati siswa sebagai bagian dari proses kelulusan sudah semestinya dikomunikasikan kepada siswa.Namun mengajak siswa untuk menghadapi ujian nasional sebagai chance and challenge adalah cara merubah pradigma bahwa ujian nasional adalh segalanya. Setelah menempuh beberepa tahun sekolah adalah salah. Ujian Nasional adalah salah satu bagian dari proses penentu kelulusan bukan satu satunya namun yang lebih penting adalah terbentuknya life skill dan moral character siswa itu sendiri. Siswa yang tidak memiliki karakter dan life skill sulit bersaing

Tapi susahnya masyarakat dan sekolah meyakini bahwa anak sukses dan berprestasi itu yang prestasi akademik nya tinggi atau nilai hasil nasionalnya bagus.

Di era masa kini sudah dipandang perlu tentang pentingnya pendidikan karakter pada siswa. Langkah jangka pendek adalah memasukkan muatan niali nilai karakter pada bidang studi dilengkapi strategi jangka panjang menjadikan nilai karakter sebagai bagian utama dari syarat pertimbangan kelulusan. Bahkan kepala sekolah dan gurupun harus dapat diukur mutu karakternya sebagai bagian yang melekat dalam mendidik siswa.

Saya setuju bahwa pendidikan karakter “kembali’ digalakan ini karena siswa adalah makhluk yang tidak hanya memiliki IQ saja namun juga perlu dibangun olah hati,olah raga dan olah rasa. Bukan hanya sepihak yang berasal dari sekolah tapi kesadaran suka sama suka untuk menumbuhkan potensi kognisi,kinestetik,afeksi dan spiritualitasnya.

Setiap guru , orang tua dan penyelenggara sekolah harus menyadari supaya tidak hanya memaksakan pembelajaran berbasis otak kiri saja namun juga otak kanan. Otak kiri berpusat pada kemampuan berpikir logika matematika,akademik ,pola pikir yang memerlukan penjelasan mendetil analisa dsb. Sedangkan otak kanan lebih pada bersifat afeksi ,seni dan ide kreatif.

Dengan demikian bisa saja anak andal dalam akademik namun dengan keterandalan akademiknya mereka bisa menelurkan.ide ide kreatif yang menghasilkan “produk -produk” bermutu sebagai bekal life skill siswa.

Hasil kelulusan semestinya membuat siswa menyadari pentingnya “mengenali diri sendiri “ dan betapa pentingnya memberikan kebahagiaan kepada orang lain melalui ilmu dan karya bermanfaat.dari hasilnya selama belajar disekolah ,semoga ..!.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kiat Menjadi Guru Profesional Abad 21 (Tuntutan Kurikulum 2013)

MEDIA PEMBELAJARAN DAN KURIKULUM 2013

Siswa Membutuhkan Guru yang Mendidik Case Study; SMAN 7 Kediri