MENDIDIK IS CINTA





Kalimat diatas bukan slogan untuk memperingati hari kasih sayang atau judul novel dan sebuah film melainkan tema yang saya ambil saat di plot sebagai motivator untuk ikut memberikan materi dalam workshop KTSP para guru yang tergabung dalam MGMP di aula salah satu SMP Negeri, beberapa waktu lalu.

Kenapa CINTA ? Karena saya tahu workshop itu diadakan dalam rangka meningkatkan pemahaman guru tentang KTSP yang lebih bersifat pada pengembangan hard skill. Sebagai penyeimbang soft skill sengaja saya pilih tema “cinta” yang saya angkat.
Tidak dapat dipungkiri dari jaman dulu hingga sekarang, siapa pun dimana pun dan kapan pun orang butuh yang namanya cinta. Termasuk seorang guru tidak boleh mengingkari dirinya juga membutuhkan cinta. Di rumah dia buth cinta istri / suami dan anak – anak. Di sekolah dia butuh cinta dari kepala sekolah, rekan, siswa dan jajaran aparat. Dari masyarakat dan pemerintah dia juga butuh cinta. Dan sudah menjadi hukum alam “siapa menabur benih dia menuai buah”. Demikian juga untuk cinta, agar dapat dicintai ia harus tahu apa arti cinta dan bagaimanan mencintai.

Kalau setiap 14 Februari satu hari saja diperingati sebagai hari kasih sayang (cinta), maka bagi guru hal ini tidak berlaku karena moto hidupnya adalah “tiada hari tanpa kasih sayang bahkan setiap memulai aktivitas landasannya kasih sayang”. Jadi sebenarnya bahasa cinta sudah melekat dalam diri seorang guru, namun tidak banyak yang menyadarinya. Hanya dengan pendekatan cinta semua kesulitan dalam menghadapi tantangan tugas bisa diatasi. Bukankah bumi yang kita tempati ini bukti kebesaran cinta Tuhan.

Untuk itu agar seorang bisa melakukan tindakan dengan atas nama cinta setidaknya harus mengetahui arti cinta. Banyak definisi tentang cinta tapi belajar cintanya Tuhan, cinta berarti kasih arti sederhananya memberi untuk memberdayakan dan sayang yang berarti melindungi untuk menumbuhkembangkan. Dalam pelaksanaannya cinta tidak merusak tapi dapat mendorong orang meraih kebaikan dan kemajuan hidup.
Apa saja yang bisa dilakukan agar cinta berpengaruh pada peningkatan kualitas hidup dan kehidupan.

Pertama, cinta kepada diri sendiri. Setiap guru harus memiliki kemampuan membuat dirinya merasa nyaman atas kompetensi yang dimilikinya. Supaya kehadirannya setiap hari bisa diterima semua orang terutama siswa. Menepis rasa rendah diri, tidak percaya diri dan merasa tidak kompeten adalah upaya seorang guru belajar mencintai diri sendiri.

Kedua, cinta pada profesi. Rasa bangga akan kebermaknaan mengabdi sebagai tenaga pendidik akan mendorong guru untuk mengembangkan diri dengan belajar berkesinambungan, mengasah keterampilan tugas sebagai guru, menguasai teknologi informsi komunikasi (ICT) dan pengembangan kepribadian. Akan membuatnya dapat beradaptasi dengan kecepatan perubahan jaman.

Ketiga, cinta kepada siswa. Untuk bisa menciptakan kondisi kegiatan belajar mengajar yang “memberdayakan” siswa. Menerima apa adanya, mengerti kebutuhannya dan menghargai kompetensi siswa merupakan upaya agar mereka tetap memiliki motivasi belajar. Dengan demikian guru mempunyai peran penting bagi peningkatan mutu belajar siswa.

Keempat, cinta kepada intuisi. Kemampuan membangun dan mengembangkan citra guru professional dan ideal sebagai tulang punggung bangsa mengantar generasi penerus memiliki wawasan ilmu pengetahuan, moral, taqwa dan karakter kebangsaan harus terus dijaga. Dengan demikian dapat meningkatkan kepercayaan dukungan masyarakat dalam “berpartisipasi” dalam upaya kegiatan mutu pendidikan.

Kelima, cinta kepada Tuhan. Menjaga moral dan etika sebagai insane edukasi untuk terus tetap memperjuangkan dan menegakkan prinsip kebenaran, kebaikan, keadilan dan tanggung jawab merupakan perwujudan dari akhlak mulia seorang guru yang patut dijadikan teladan. Sosok yang bisa digugu dan ditiru.

Mengingat kurikulum apa pun itu Cuma sebagai dasar guru untuk mengajar maka perilaku para pendidik harus memperhatikan aspek – aspek “cinta” diatas. Jangan hanya berpijak pada pembelajaran kepada siswa secara mekanistik dan rasionalitas yang berakibat siswa hanya menjadi kelinci percobaan atau robot.

Selama ini guru hanya bisa menjalankan perintah dari kebijakan kurikulum yang sudah ditetapkan sehingga mengabaikan potensi kreativitas dan daya saing siswa. Hal ini berpengaruh pada mutu proses dan hasil belajar siswa.

Berkat “cinta” antara guru dengan siswa bisa membangun keterkaitan keterikatan bersama – sama mensukseskan tugas pembelajaran sebagai hal bersaing di masa depan sekaligus meningkatkan mutu sumber daya manusia. “bagi saya guru percaya diri dan memberikan karya terbaiknya untuk anak bangsa jauh lebih penting dari pada memusingkan diri akibat kebijakan yang mungkin akan terus berubah. Kalimat penutup saya pada acara workshop itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kiat Menjadi Guru Profesional Abad 21 (Tuntutan Kurikulum 2013)

Penyebab siswa tak menghargai gurunya dan solusinya..!

PROPHET LEADERSHIP: PEJABAT AMANAH SOLUSI UMAT