Pendidikan Anak , Bernegoisasilah !



Karir pendidikan anak itu bukan given,melainkansebuah pilihan.

“Seorang mantan mahasiswa FIA menceritakan pengalamannya kepada saya. Pada saat kelas satu SMA pernah mengikuti test psikologi minat kemampuan. Hasilnya dia disarankan masuk IPA, sampailah dia masuk IPa. Pelajaran Biologi nya &bahasa Inggris sangat menonjol tapi tidak untuk Fisika dan matematika. Ibunya menyarankan kuliah dijurusan Biologi. Dan dia pun makin getol belajar biologi.

Namun menjelang Ujian nasional pikirannya mendadak berubah .Dia mulai tertarik denagn jurusan bahasa Inggris dengan harapan jika kelak lulus dapat menjadi guru dengan tunjangan yang luar biasa.Ibunya pun menamini. Setelah ujian selesai pikirannya berubah lagi dia ingin kuliah di akademi yang ada ikatan dinasnya alasannya biar tak susah mencari pekerjaan . setelah lulus semua nya tak dijalani.?

Ia pun tersesat di Jurusan FIA.Saat ini dia menduduki sebuah jabatan AssManajer Adm sebuah hotel mewah dikota besar”.

Dukung semangat pencariannya, jangan hiraukan ala an kemalasannya .

“Sebut saja namanya Adi sejak kecil sampai lulus S1 tidak pernah mengenal rasa berkesusahan dalam menjalani hidupnya . Seluruh kebutuhan keinginan dan permintaan selalu terkabulkan. Maklum bapaknya seorang pejabat teras di fakultas favorit dan ibunya PNS di sebuah instansi . Bisa dibayangkan hidupnya lebih dari cukup jika diukur dengan orang kebanyakan di Indonesia.

Hingga dengan berbagai dalih sang anak meminta ijin untuk mengembangkan karir di daerah terpencil, kuliah S2 sambil mengajar. Tentu saja meminta back up dari kedua orang tuanya.Sampai pada masa tertentu sang anak yang semestinya dapat memenuhi kebutuhannya sendiri diambil alih tanggung jawabnya oleh kedua orang tuanya. Bukan nya berhasil, malah balik kekotanya dengan segudang persoalan . S2 tak ada hasil ,karirpun tak jelas. Sampai hari ini pun sang anak terlindungi oleh kedua orang tuanya meski dengan berbagai alasan “.

Berani mengakui keterbatasan diri dalam berkomunikasi , membangun pengertian dan pengetahuan terhadap anak.

“Seorang sukses, seidaknya masyarakat dan lingkunganmengatakan demikian. Bisnisnya melejit, pedidikan anak anaknya mencapai minimal S1. Anak petma bekerja di perusahaan Asing setelah lulus program S2nya dari sekolah ternama di Australia. Anak keduanya menjadi Lawyer dan dosen di sebuah PTS baru saja lulus disertasinya untuk program Doktoral. Dan ank ketiganya sedang menjalani kuliah profesi kedoteran .

Namun diantara gegap gempita sanjunagan dari masyarakat luas . Dalam dirinya ada perasaaan hampa yang tak terkira yakni tidak memiliki ,personal chemistry , atau ikatan batin yang kuat denagan anak anaknya. Anaknya memang membanggakan dan patuh semua perintahnya. Tetapi dia merasakan tidak ada kemesraan layaknya anak merindukan bapak dan keluarga. Saat ini sindrom sangkar kosong sedang menghampirinya . anak anaknaya sibuk dengan urusan sendiri sendiri seakan tak menghiraukannya lagi. Setelah bekal kecukupan buat hidup mereka terpenuhi.

“saya memang keras kepada anak anak agar disiplin belajar supaya hidupnya tak susah seperti saya pada waktu kecil , tapi saya baru merasakan betapa semua ini membuat meraka bertambah jauh dengan saya. Orang memang bisa bangga dengan apa yang saya capai tapi saya kesepian terlebih ibunya sudah lama meninggal dunia”

Itulah sekelumi t keluhannya kepada saya”.

Sengaja tidak saya ulas solusinya agar anda menemukan sendiri formula . Guna bernegoisasi dengan anak tentang karir pendidikannya.Bagaimana ?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kiat Menjadi Guru Profesional Abad 21 (Tuntutan Kurikulum 2013)

Penyebab siswa tak menghargai gurunya dan solusinya..!

PROPHET LEADERSHIP: PEJABAT AMANAH SOLUSI UMAT