Guru Ideal Di Mata Siswa
“ dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan’. QS Al Qashash 7
Materi ini di
sajikan guna meningkatkan Kompetensi Kepribadian guru agar menjadi guru yang dihargai siswanya
sekaligus dapat menciptakan kegiatan pembelajaran yang efektif..
“Saya nggak rugi mengikuti pelajaran hari ini ,bukan saja saya menjadi tahu akan
teori yang dipelajari ,tapi juga contoh contoh nyata dari teori bersangkutan ,serta cerita
ilustrasi yang disampaikan pak Yono sangat menyentuh perasaan... pokoknya rugi
kalau tidak ikut pelajarannya pak Yono....!” .Begitulah pujian beberapa siswa kelas XI.
Bagaimanakah cara menjadi guru ideal itu :
Guru ideal adalah guru yang dipersepsikan dapat memberikan kemanfaatan,rasa suka ,dan memberikan makna bagi siswa atas waktu belajar yang dipergunakannya. Karena waktu yang digunakan siswa adalah menjadi pengorbanan kalau siswa merasa kegiatan belajarnya sia –sia,”dari pada ikut pelajaran seperti ini mending enak dirumah !!!!”.
Bila di
formulasikan secara logika-logis guru
ideal adalah guru yang yang dapat memberikan total manfaat atau mutu kegiatan
pembelajaran (KBM) dikurangi waktu yang dipergunakan siswa dalam belajarnya.
Berarti seorang guru yang ingin mengembangkan diri menjadi guru yang ideal harus mengembangkan mutu KBM dengan
memanfaatkan waktu belajar siswa secara optimal.
Inilah beberapa
komponen guru yang di persepsi sebagai guru ideal di mata siswa:
Pertama,
Kemanfaataan Mutu Kegiatan
Pembelajaran bisa berupa keahlian guru
dalam penguasaan ilmu. Sebuah kegiatan pembelajaran akan menarik jika guru
bersangkutan sangat menguasai ilmu yang diajarkannya. Menguasai asal usul teori
,mampu mengimplementasikan konsep teori dengan contoh sederhana ,dapat memberikan
contoh relevansi ilmu dengan persoalan nyata yang dihadapi siswa dan memiliki wawasan luas dapat mengintegrasikan
beberapa teori dengan landasan ilmu
lainnya sehingga membuat siswa menjadi kagum atas kepandaiannya. Gurunya
pinter ,berwawasan ,kalau ngajar mudah dimengerti dsb.
Kedua :Mutu bisa berupa keterampilan
sikap dan komunikasi pembelajaran. Seorang guru ideal dapat menghidupkan suasana kelas. Mendorong
siswa untuk aktif dan terlibat dalam kegiatan belajar,bertanya,berpendapat
,praktek , dan simulasi peran serta mendorong
siswa untuk mencari tahu lebih
dalam dan lebih luas. Faktor “intangible” yang
diperhatikan oleh guru adalah sikap dan
perilaku yang dapat
memberikan perasaan nyaman,gembira ,bahagia dan bermakna saat siswa
mengikuti kegiatan pembelajaran. Seorang guru yang ideal adalah yang
berlomba-lomba untuk tidak menjadi guru yang menakutkan dimata siswa,ramah,
bersedia membantu siswa saat kesulitan memahami ,sabar dalam memberikan
penjelasan saat siswa bertanya dan bisa menginspirasi siswa belajar lebih baik.
Ketiga :Mutu bisa berupa keterikatan emosi guru terhadap
siswanya. Ini adalah mutu kegiatan pembelajaran yang dapat berkesan bagi siswa
karena pengeruh pertemuan dan relasi yang harmonis antara siswa dengan gurunya. Seorang siswa yang diperlakukan dengan penuh
empati oleh guru akan muncul perasaan
berharga dalam diri siswa sehingga siswa memiliki
rasa percaya diri,berani bersaing dan merasa bermakna mengikuti kegiatan
pembelajaran . Siswa memiliki
keterikatan emosi yang kuat dengan gurunya ,hubungan yang terjadi adalah personal dan emosional. Dengan demikian siswa akan senantiasa menghormati,menghargai
dan memperhatikan nasihat gurunya.
Era perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi membutuhkan guru yang dapat memberikan
sentuhan humanis yang dirasakan siswa sebagai pribadi dan individu yang unik.
Imam Basshori
BalasHapusMohon pencerahan, dan sharingnya. ini ilustrasi cerita saya (gambaran situasi kelas SMP kelas IX): " Pelajaran yang dilaksanakan Matematika,sebelum memulai pelajaran awalnya disampaikan kepada anak2 materi yg akan dipelajari, indikator dan kegunaannya, yaitu materi tentang perbandingan dan skala. Waktu akan diterapkan pelaksanaan pembelajaran dgn model yg sedianya mau diterapkan model pembelajaran JIGSAW. Tapi saat mau dibagi kelompok, anak2 langsung menolak mentah2, malah ada yg langsung kabur tanpa pamit. sehingga terjadi kegaduhan selama krg lbh 10 menit, waktu tersita percuma hanya untuk adu argumen pembagian kelompok, akhirnya dari pada anak nggak mau belajar, atau belajar dg terpaksa, ya terpaksa dg pembelajaran model lama, ceramah, nerangin dg nerocos, ada beberapa siswa (6 siswa)tampak tdk memperhatikan apa yg diterangin (hanya ngobrol sendiri dg rekannya), sesekali guru hanya menegur dan mengingatkan, setiap ditegur siswa yg bersangkutan terdiam dan pura2 seperti memperhatikan, begitu guru menghadap papan tulis, kembali siswa tersebut melanjutkan obrolannya, guru tersebut beberapa kali menegur, hingga akhirnya guru merasa bosan untuk menegur, sehingga dibiarkan saja. Ada tiga siswa yang tidur, sesekali guru melemparkan kapur ke siswa yg tidur tersebut, tapi tidak kena, malah ditertawakan oleh siswa2 yg lain, yang malah mengakibatkan kegaduhan, sehingga guru berfikir, daripada gaduh lagi, dibiarkan saja beberapa anak tidur, nggak perlu ditegur atau dg. tindakan lain. Ada juga beberapa anak yg asyik memainkan hpnya bersms-an ria dg. temannya nun jauh disana, begitulah suasannya selama 30 menit menerangkan teori perbandingan dan skala. Disaat hitung2nya pembagian 625 dibagi 25, guru bertanya kepada siswa :”berapa hasilnya?” Siswa hanya terdiam, nggak ada yg menjawab dalam beberapa saat, malah ada beberapa siswa yg corat-coret di bukunya selama beberapa detik, kemudian siswa tersebut menjawab “Dua Puluh Lima Pak”. Setelah selesai menerangkan, guru membikin soal untuk dikerjakan sebagai latihan, sebelum menyuruh mengerjakan latihan guru memberi kesempatan bagi siswa yg belum mengerti jangan malu2 untuk bertanya, tapi setelah ditunggu beberapa saat tidak ada yg mau bertanya, sehingga waktu diteruskan untuk mengerjakan soal2 latihan di buku siswa masing2, dan kesempatan bekerja sama dg teman sebangku, ditengah2 para siswa mengerjakan soal latihan, guru mengingatkan kembali jika ada yang belum paham dan blm mengerti jangan malu2 untuk bertanya, “lebih baik bertanya sekarang dari pada bertanya pada waktu ulangan/ujian” kata guru tersebut, namun suasananya sama dg. waktu guru menerangkan materi tadi, ada yg. Asyik ngobrol, ada yg tidur, ada yg sms-an, hanya satu atau dua siswa aja yg tekun belajar dan mengerjakan soal2 latihan yg disampaikan. setelah beberapa menit siswa mengerjakan soal latihan, guru memeriksa pekerjaan anak2. Hingga akhirnya memeriksa pekerjaan anak2 yg dari awal asyik ngobrol tadi, dg tidak terkejut (sudah menduga ) bahwa anak2 yg ngobrol dari tadi tidak mengerjakan soal2 yg disampaikan, guru bertanya “kenapa kalian tidak mengerjakannya?”, nggak ngerti pak bagaimana cara mengerjakannya. Guru bertanya lagi:”Kenapa kalian tadi diberi kesempatan untuk bertanya tidak bertanya, kalau nggak ngerti?”, Dengan berbagai alasan siswa2 itu mengelak. Yang pada akhirnya ada satu anak yang menyeletuk, “ah pak males lah belajar matematika, pusing mikirnya”. (Kisahnya sebenarnya masih panjang, dilain kesempatan akan saya tuliskan. Kejadian ini kisah nyata, realitas di salah satu sekolah swasta di Indonesia)
Sabtu pukul 20:24 · Suka