Sia -Sia !
SIa –sia !
Pada saat saya makan pecel pincuk di perempatan pucang,samar samar saya mendengar tiga orang bapak sedang rasan –rasan(membicarakan ) seorang yang kelihatan taat beragama dan seorang pendidik di PT melakukan tindakan yang “tidak lazim” dikalangan mereka. Ketidak laziman itu bukan persoalan merebut hak orang lain atau perbuatan dzalim yang merugikan sekitarnya.Melainkan Bapak tersebut suka makan “dideh” darah ayam yang dibekukan lantas digoreng, diwarung cak Who tidak jauh dari pencel pincuk. Tempat dimana saya makan tadi.
Beda lagi cerita di sebuah perkampungan padat penduduk dikawasan Surabaya barat.
Tersebutlah seorang “tuan tanah” yang banyak dikunjungi dan di”hormati “ orang dari tempat jauh diluar perkampungan itu.Entah relasi dagang atau relasi apalah ngaak jelas. Namun bagi penduduk kampung bersangkutan tidak seorang pun menaruh hormat pada tuan tanah tersebut. Lantaran sifat pelit dan sombongnya . Pernah suatu saat ada petugas dari warga setempat meminta sumbangan atas musibah warga.Hanya diberi sedikit uang yang nyaris sama denagan sumbangan warga biasa itupun masih ditambah embel –embel ceramah panjang lebar. Akhirnya warga banyak yang enggan meminta sumbangan karena takut dengan resiko yang bakal diterimanya..
Seorang ibu mengeluh” dari sejak kecil hingga saat ini orang tua saya memang selalu tidak adil.mentang mentang saya tidak kaya tidak pangkat. Mereka selalu mencintai dan mengagumi kakak saya, karena……. Dsb’. Bisa dibayangkan jika saudara satu kandung tega membicarakan dan membenci saudaranya sendiri. Anda saja pasti tidak berharap menerima persoalan yang demikian anda tidak suka…!
Pelajaran apa yang dapat kita petik dari beberapa kejadian tersebut.
Pertama, Kisah pendidik yang ‘tidak lazim”. Mengisyaratkan bahwa setinggi apapun ilmu yang dimiliki seseorang akan menjadi sia sia jika tidak dibarengi dengan sifat kehati-hatian. Apalagi jika hal itu menyakut persoalan hukum, nilai kebenaran, kebaikan, keadilan dan tanggung jawab. Jadi bukan cuma sekedar lazim atau tidak !
Karena masyarakat menuntut sempurna orang dengan dengan peran status yang diembannya. Jadi ‘ tak ada kebaikan didalam ilmu jika tidak disertai sifat wara’i.Kata Saiyidina Ali ra
Kedua,kasus tuan tanah yang pelit.Menunjukan bahwa apapun prestasi status ekonomi yang sudah di raih akan menjadi sia –sia jika kita termasuk golongan yang pelit dan tidak menghormati orang lain.Boro dihormati dan dihargai masyarakat , malah bisa sebaliknya dibenci bahkan dikucilkan …!
Siapapun diantara kita tidak suka orang yang sombong apalagi pelit. “tak ada kebaikan dalam harta jika tak disertai sikap pemurah “.
Ketiga ,didalam organisasi apapun konflik internal tak dapat terelakkan termasuk organisasi keagamaan sekalipun.Padahal perilaku ‘perang dingin ‘ antar kelompok atau pribadi didalam satu organisai bukan cuma sekedar strategi manajemen konflik semata . Tapi patut dipertimbangkan citra dan resiko sosial didalam organisasi bersangkutan. Meresahkan !
Disamping menjadikan anggota dan pandangan masyarakat menjadi negatip.
Masih kata Sayidina Ali ra :”Tidak ada kebaikan didalam persaudaraan yang tidak ada pemeliharaan didalamnya.
Bagaimana dengan lingkungan sekitar anda !
Komentar
Posting Komentar